Kembali lagi memainkan jemari diatas laptop kesayangan ini.
Saat ini saya sudah memasuki semester tua di masa perkuliahan ini. Kali ini saya sedang magang dan sangat bersyukur bisa magang di kampung halaman. Masalah bagaimana saya bisa mendapatkan tempat magang, terdapat beberapa cerita dibalik semua itu, namun kali ini saya tidak akan membahas tentang cerita kesuksesan memperoleh tempat magang, tapi ada hal lain yang lebih menarik untuk saya bagikan ditulisan ini.
Hari ini saya mendapatkan pengalaman yang menyenangkan kembali, ya banyak hal baru dan pengalaman baru yang bisa dijadikan pengalaman selama magang di salah satu instansi milik pemerintah di provinsi. Banyak kasus yang dilaporkan disana dan saya berkesempatan ikut menyaksikan berjalannya proses konseling dan pendampingan beberapa kasus. Kasus yang terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga, perceraian dan akhirnya adalah perebutan atas hak asuh anak.
Yaa disini yang menjadi korban adalah anak-anak (mengingat besok adalah hari anak nasional).
Pada kasus yang ditangani hari ini, saya melihat bagaimana cerita yang sama dibuat dengan versi yang berbeda oleh masing-masing pihak. Pihak menantu punya versi sendiri dan pihak mertuapun demikian. Siang ini saya bersama seorang konselor hukum dan pihak perempuan (mantan istri/ibu) kita sebut saja si M, mendatangi kediaman mantan suami M untuk menjenguk anaknya. Sepanjang perjalanan, saya sempat terdiam dan mendengarkan dengan seksama semua cerita yang disampaiakn olehnya, ya dintara semuanya itu yang saya tangkap bahwa Ia menceritakan semua kebusukan dan kejelekan mantan suami dan juga keluarga mantan suami. Dari awal perjalanan sampai tempat tujuan, ia tidak henti-henti bercerita dengan penuh antusias sampai sempat terlintast beberapa tetes air (hujan lokal) yang terpercik darinya. Singkat cerita ia cerai dengan suaminya dan berpisah dengan anaknya semenjak anaknya masih sangat bayi. Disisi lain ia juga memiliki konflik dengan ibu mertuanya dimana menurutnya ibu mertua terlalu mencampuri urusan keluarganya.
Sesampainya di rumah mantan suaminya, banyak hal yang saya lihat, Diantaranya kekakuan antara si M dengan ibu mertua dan keluarga mantan suaminya, kelekatan anatar anak si M dengan ibu mertuanya, kondisi anak yang sehat dan menggemaskan, usaha keras si M untuk mencari perhatian dan membangung kedekatan dengan anaknya, dan yang membingungkan lagi adalah cerita baru versi ibu mertua si M.
Hal ini menjadi sangat membingungkan karena sangat sulit membedakan mana yang benar dan mana yang merupakan sandiwara, namun di lembaga tempat saya magang saat ini, tidaklah penting untuk memilih antara kebenaran atau kepura-puraan, tugas kami adalah untuk memediasi, sebagai penengah tanpa memihak salah satu.
Apa yang saya sesalkan adalah, anak kecil tersebut, ia masih sangat kecil untuk merasakan ketidaklengkapan dalam keluarganya, tawanya yang lucu dan kepolosannya hampir membuat mata ini berkaca, disisi lain betapa saya sangat bersyukur atas apa yang saya miliki selama ini.
Ada hal lain yang dapat dijadikan pembelajaran dalam hidup ini, dan pesan ini disampaikan oleh seorang konselor yang bersama saya pada hari itu, ia berkata sebagai seorang kakak perempuan yang sedang memberikan pesan kepada adik perempuannya mengenai hal memilih pasangan terutama pasangan hidup. Carilah orang yang tepat, kenali dia dengan baik, kenali semua keluarga yang dimilikinya, seringlah datang kerumahnya, bukan untuk hal-hal yang negatif tapi datang untuk mengenali lingkungan keluarga dan lingkungan rumahnya, agar kelak bisa menerima dia apa adanya bila perlu lakukan konseling pranikah sebelum melanjutkan kejenjang berikutnya agar bisa memahami satu sama lain. Itulah pesan yang diampaikannya dan pembelajaran hidup yang saya dapati hari ini.
jadi, bagi kita para perempuan pilihlah dengan bijak sebelum memutuskan untuk menikah jangan sampai banyak orang yang akan menjadi korban karena kesalahan kita dalam memilih.