Sabtu, 08 Maret 2014

Moment

      Setiap tindakan pasti ada waktunya yang tepat diiringi oleh situasi dan kondisi yang mendukung. Pernahkah kalian memikirkan sesutu yang terus terbayang di benak kalian namun semua itu tak mampu diungkapkan karena waktunya tidak tepat? Mengapa harus terhalang waktu? waktu yang sebenarnya bisa dikondisikan dengan memulai percakapan. Tapi sama saja waktu lagi yang membuat percakapan terhalang untuk melaju. Yaa karna waktu yang tidak tepat.
Namun sesungguhnya sang waktu bukanlah menjadi penyebab dari keterhambatan ini. Semua ini berasal dari emosi.
yaaa emosi yang sedang merajalela menguasai diri. Emosi yang takkan mampu dikendalikan oleh logika.
Semua itu masih tertahan dan tak mampu diungkapkan dalam perkataan ataupun perbuatan. Entah sampai kapan hal itu akan bertahan atau mungkin akan menghilang dalam tumpukan pikiran dan takkan muncul lagi untuk diungkapkan.
Banyak orang menyarankan untuk mengungkapkan apa yg kita rasakan sebelum terlambat. Tapi apa daya hal itu sulit untuk diungkapkan apabila situasi tidak memungkinkan. Semua ini hanyalah permainan emosi yang terkadang ingin memilih untuk dipadamkan atau tetap menyala bagaikan kobaran api membara.
Seperti biasa api yang membara pastilah bisa dipadamkan. Namun apa yang terjadi setelah kebakaran itu, pastilah banyak kerugian yang diperoleh. Jika demikian, mengapa tetap memilih kerugian tersebut? Cobalah padamkan api itu dengan sedikit kesegaran dari sungai yang mengalir. Biarkan pikiran ini seperti aliran sungai yang tenang dan terbawa arus hingga sampai pada titik dimana yang paling tepat untuk berlabuh. Semua ini kembali lagi pada permainan emosi. Emosi itu hanya sesaat dan semua keputusan yang dihasilkan dalam emosi itu juga sesaat.


Rabu, 05 Maret 2014

Distance

Malam yang berbeda seperti biasanya dikala hati ini bergemuruh tak menentu memikirkan sesuatu yang tak pasti. Aku masih mencintainya dan masih ingin terus bersamanya.
Hati ini memang mudah goyah dan terhembuskan. Kadang kala memimpikan hal lain yang tak kuharapkan.
Tapi aku tak bisa dan tak ingin lepas dari bayang dirinya dalam benakku.
Teringat di kala jarak ini bukanlah penghalang cinta ini. Saat kami selalu bersama bergandeng erat menelusuri setapak jalan berkelok.

Saat itu kami masih berseragam putih abu yang menjadi awal kisah ini. Dia yang kuharapkan, kuimpikan dan akhirnya kami menyatu dalam sebuah perasaan yang sampai saat ini masih sama atau mungkin menjadi semakin bertambah.

Aku yang tak seindah sang rembulan
Aku yang tak seanggun bunga anggrek
Aku yang tak sebening cahaya pagi
Aku yang tak pernah menjadi sempurna
namun dia yang selalu ada dan menerima diriku beserta semua kekuranganku tanpa pernah ingin merubahku...

Aku yang manja
Aku yang egois
Aku yang keras kepala
Aku yang tak pernah mau mengalah
dan aku yang pernah begitu jahat melukai hatinya
tapi dia yang selalu ada menanti dan menyambut diriku dengan kecup hangat bibirnya di keningku.

Sudah sangat jauh kami melangkah dan aku yakin dari sekian tanjakan dan turunan yang kami hadapi kemarin pastilah masih lebih banyak rintangan untuk hari esok

Tapi.... aku tak ingin memikirkan hari esok
Aku hanya ingin memikirkan hari ini dan hari-hari indah kemarin yang kita lewati bersama
Karena hari ini, hari ini aku benar benar menderita oleh rindu. Rindu yang tak tersampaikan oleh jarak ini. Jarak yang aku pilih sendiri.

Aku tak mampu mencari kesempurnaan lain karena hanya padanyalah aku melihat sempurna itu berada

Aku ingin kau menjadi apa yang kau inginkan bukan seperti apa yang aku inginkan. Karena aku juga ingin mencintaimu seperti apa adanya dirimu.

Walau hati ini lelah menderita oleh rindu, namun kusadari rindu inilah yang membuat aku semakin menanti dan mencintainya.
Aku tak ingin banyak berjanji, aku tak mau banyak berdusta. Tapi yang kuharapkan agar perasaan ini rasa yang ada selama ini antara kami akan selalu terjaga hingga jarak ini bukanlah penghalang bahkan hingga waktu yang menentukan.
Ku harap dirimu hadir dalam mimpiku malam ini karna aku sungguh LDR  (Lelah Derita Rindu)

Senin, 03 Maret 2014

Biarkan Aku Bercerita - Kelud 2014

Ini adalah cerita tentang pengalaman yang mungkin akan selalu aku kenang sebagai seorang mahasiswi. Semua bermula karena suatu bencana yang terjadi di Kediri pada tanggal 14 Februari 2014. Itulah hari dimana terjadinya letusan gunung Kelud.

Setelah beberapa minggu setelah letusan itu, saya bersama kelompok di kelas mendapat tugas untuk menjadi relawan sekaligus untuk mengerjakan tugas observasi di desa Pandangsari yang masih merupakan bagian dari kabupaten Malang. Desa itu terletak cukup dekat dengan Gunung Kelud.
Untuk bisa sampai di desa, kami harus melewati lahar dingin yang terlihat seperti aliran air diatas pasir-pasir hitam yang katanya penduduk sekitar akan menjadi sungai yang lebar apabila turun hujan disekitar gunung dan desa.
Setelah melewati lahar dingin, barulah kami bisa memasuki desa Pandangsari. Apa yang terjadi disana tidaklah ada dalam pikiran saya, dan bahkan sangat jauh dari apa yang saya pikirkan. Yang saya lihat adalah sebuah tempat seperti tambang pasir yang tidak terawat dan tidak berpenghuni. Namun, itu sebenarnya adalah akibat hujan batu dan abu gunung Kelud.
Sepanjang mata memandang pemandangan desa yang gersang tanpa ada warna hijau dari dedaunan, seperti berada di musim panas yang sangat mencekam. Rumah-rumah warga yang tak beratap hancur berdebu dan tumpukan pasir menutup semua tanah di desa itu.
Begitu banyak tentara, relawan dan begitu banyak warga yang sedang bergotongroyong memperbaiki rumah-rumah disana, begitu banyak kendaraan yang lalu lalang dan membuat debu tak hentinya memasuki hidung dan mengganggu pernapasan ini. Sungguh mengharukan keadaan di tempat ini.

Siang hari kami tiba disana sejenak beristirahat dan masih terbelenggu menatapi keadaan yang ada di desa itu. Begitu banyak orang yang harus diperhatikan disana orang-orang yang mungkin tidak kuat mengalami bencana ini. Kakek-kakek, nenek-nenek dan anak-anak kecil mereka semua sangat memilukan hati ini. Banyak anak-anak yang berada di sana. Mereka masih bergandengan tangan, bermain dan bernyanyi bersama. Kasihan mereka, rumah, tempat dan waktu belajar serta bermain mereka sudah tidak seperti dulu lagi.

Kegiatan pada hari itu adalah mengajar anak SD kelas 6 untuk persiapan ujian dan sebagian menghibur anak-anak kecil yang ada di desa itu. Saya tergolong dalam rombongan relawan yang menghibur. Jadi kami lebih banyak memberikan permainan dan cerita-cerita kepada anak-anak.
Betapa sedihnya hati ini melihat mereka. Anak-anak yang masih sangat kecil merasakan bencana ini. Mereka seharusnya tinggal di tempat yang layak, mendapatkan pendidikan dengan baik serta memiliki waktu bermain yang cukup. Tapi kini mereka harus berada di tempat pengungsian atau bahkan rumah mereka yang hancur dan penuh akan debu yang tersebar diudara. Tapi mereka cukup bahagia dengan kedatangan kami, mereka tersenyum, mereka tertawa, mereka bermain dan juga mengungkapkan perasaan mereka ketika gunung meletus dan rumah mereka yang hancur melalui puisi-puisi dan gambar yang mereka buat. Mereka butuh banyak nutrisi dan juga motivasi untuk tetap tumbuh dan berkembang serta melanjutkan masa depan mereka.

Air, sangat susah menemukan air ditempat itu. Jangankan untuk mandi dan bersih diri, untuk buang air kecil saja tidak ada air di bak. Yang ada hanyalah butiran-butiran pasir dan kerikil menempati setiap bak warga dengan kamar mandi rusak tanpa atap.

Betapa sulit kehidupan mereka saat ini. Semua serba rusak, semua serba hancur, tidak ada tempat nyaman untuk beristirahat,tidak ada rumput dan makanan untuk ternak mereka bahkan pepohonan tidak memberikan kesejukan dengan kehijauannya. Mereka harus bekerja keras untuk dapat menjalankan hari seperti dulu lagi. Mereka membutuhkan tambahan makanan dan minuman, udara disana yang sangat berdebu, baju-baju mereka yang dekil dan semua yang terjadi disana telah membuka telingaku yang dulunya tak begitu mendengar tangisan mereka, telah membuka mataku untuk melihat penderitaan mereka, membuka hatiku untuk mendoakan mereka dan kemudian menggerakkan pikiran, hati dan anggota tubuh ini untuk membantu mereka walau hanya sekedar melukis senyuman di wajah mereka. 

3 Tahun dari Sekarang

Akan ada saatnya bunga bermekaran menghiasi taman dengan keindahan warna, bentuk serta harumnya yang semerbak Akan ada saatnya anak b...

Popular Posts