Ini adalah cerita
tentang pengalaman yang mungkin akan selalu aku kenang sebagai seorang
mahasiswi. Semua bermula karena suatu bencana yang terjadi di Kediri pada
tanggal 14 Februari 2014. Itulah hari dimana terjadinya letusan gunung Kelud.
Setelah beberapa
minggu setelah letusan itu, saya bersama kelompok di kelas mendapat tugas untuk
menjadi relawan sekaligus untuk mengerjakan tugas observasi di desa Pandangsari
yang masih merupakan bagian dari kabupaten Malang. Desa itu terletak cukup
dekat dengan Gunung Kelud.
Untuk bisa sampai
di desa, kami harus melewati lahar dingin yang terlihat seperti aliran air
diatas pasir-pasir hitam yang katanya penduduk sekitar akan menjadi sungai yang
lebar apabila turun hujan disekitar gunung dan desa.
Setelah melewati
lahar dingin, barulah kami bisa memasuki desa Pandangsari. Apa yang terjadi
disana tidaklah ada dalam pikiran saya, dan bahkan sangat jauh dari apa yang
saya pikirkan. Yang saya lihat adalah sebuah tempat seperti tambang pasir
yang tidak terawat dan tidak berpenghuni. Namun, itu sebenarnya adalah akibat
hujan batu dan abu gunung Kelud.
Sepanjang mata
memandang pemandangan desa yang gersang tanpa ada warna hijau dari dedaunan,
seperti berada di musim panas yang sangat mencekam. Rumah-rumah warga yang tak
beratap hancur berdebu dan tumpukan pasir menutup semua tanah di desa itu.
Begitu banyak
tentara, relawan dan begitu banyak warga yang sedang bergotongroyong memperbaiki rumah-rumah
disana, begitu banyak kendaraan yang lalu lalang dan membuat debu tak hentinya
memasuki hidung dan mengganggu pernapasan ini. Sungguh mengharukan keadaan di
tempat ini.
Siang hari kami
tiba disana sejenak beristirahat dan masih terbelenggu menatapi keadaan yang
ada di desa itu. Begitu banyak orang yang harus diperhatikan disana orang-orang
yang mungkin tidak kuat mengalami bencana ini. Kakek-kakek, nenek-nenek dan
anak-anak kecil mereka semua sangat memilukan hati ini. Banyak anak-anak yang
berada di sana. Mereka masih bergandengan tangan, bermain dan bernyanyi bersama.
Kasihan mereka, rumah, tempat dan waktu belajar serta bermain mereka sudah tidak
seperti dulu lagi.
Kegiatan pada hari
itu adalah mengajar anak SD kelas 6 untuk persiapan ujian dan
sebagian menghibur anak-anak kecil yang ada di desa itu. Saya tergolong dalam
rombongan relawan yang menghibur. Jadi kami lebih banyak memberikan permainan dan
cerita-cerita kepada anak-anak.
Betapa sedihnya
hati ini melihat mereka. Anak-anak yang masih sangat kecil merasakan
bencana ini. Mereka seharusnya tinggal di tempat yang layak, mendapatkan
pendidikan dengan baik serta memiliki waktu bermain yang cukup. Tapi kini
mereka harus berada di tempat pengungsian atau bahkan rumah mereka yang hancur dan penuh akan debu yang tersebar diudara. Tapi mereka cukup bahagia
dengan kedatangan kami, mereka tersenyum, mereka tertawa, mereka bermain dan
juga mengungkapkan perasaan mereka ketika gunung meletus dan rumah mereka yang
hancur melalui puisi-puisi dan gambar yang mereka buat. Mereka butuh banyak
nutrisi dan juga motivasi untuk tetap tumbuh dan berkembang serta melanjutkan
masa depan mereka.
Air, sangat susah
menemukan air ditempat itu. Jangankan untuk mandi dan bersih diri, untuk buang
air kecil saja tidak ada air di bak. Yang ada hanyalah butiran-butiran pasir
dan kerikil menempati setiap bak warga dengan kamar mandi rusak tanpa atap.
Betapa sulit
kehidupan mereka saat ini. Semua serba rusak, semua serba hancur, tidak ada tempat
nyaman untuk beristirahat,tidak ada rumput dan makanan untuk ternak mereka bahkan
pepohonan tidak memberikan kesejukan dengan kehijauannya. Mereka harus bekerja
keras untuk dapat menjalankan hari seperti dulu lagi. Mereka membutuhkan
tambahan makanan dan minuman, udara disana yang sangat berdebu, baju-baju
mereka yang dekil dan semua yang terjadi disana telah membuka telingaku yang
dulunya tak begitu mendengar tangisan mereka, telah membuka mataku untuk
melihat penderitaan mereka, membuka hatiku untuk mendoakan mereka dan kemudian
menggerakkan pikiran, hati dan anggota tubuh ini untuk membantu mereka walau
hanya sekedar melukis senyuman di wajah mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar